ketika kau tahu bahwa gelas yang pecah tidak bisa disatukan lagi

Tiba-tiba seseorang datang kepadaku. Benakku.
Ketika aku sedang berjalan-jalan sendiri dalam ruang biasaku.
Ia merajut sebuah topi lagi padaku.
Seperti yang sebelum-sebelumnya, buat saya keluarkan air mata.
Lagi.


Kali ini, entah kenapa dengan dia.
Wanita yang sedang populer saat ini
dalam sebuah acara televisi.
Hinggap dalam benak sebagai orang yang saya kenal.
Entah apa tujuan ia merajut topi ini untukku.


Hanya aku dan ia saja.
Berawal pada sebuah salon.
Aku datang menghampirinya yang sedang berada di ujung kiri ruang
dekat bangku pelanggan.
Aku berbicara mengenai salonnya, memberi ia selamat.
Melihatnya sukses.


Secara misterius, ruang berubah menjadi kelas.
Kelas kampus.
Hanya, pada penglihatanku —ia dan sekitarnya— bukan sedang berada di kelas.
Itu berbeda dengan perasaanku.
Melihat sekitar dengan inderaku.


Ia berbicara seolah kepada orang banyak.
Padahal hanya aku seorang yang ada.
Mungkin ini masih perasaanku.
Melihatnya berbicara, mengingatkanku akan masa-masa yang lalu, bersama dia.
Seperti teman, namun entah mengapa itu.
Saya mulai menangis
dan seketika itu juga tersadar
dalam dunia nyata.


Menyadari air mata saya dan jantung yang berdegup takut.
Takut akan kepecahan, takut akan perpisahan.



Nanda Dega


0 komentar:

Posting Komentar